Maluku adalah daerah yang kaya sekali akan rempah-rempahnya, hasil rempah-rempahnya diibaratkan "mutiara dari timur". Kekayaannya pun senantiasa diburu oleh orang Eropa namun tidak hanya memburu kekayaan, orang-orang Eropa pun juga ingin berkuasa dan melaukan monopoli perdagangan orang-orang Eropa juga merusak tata ekonomi dan pola perdagangan bebas. Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku bahkan pemuda Maluku juga diberi kesempatan untuk berkerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi keadaan berubah pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, kegiatan monopoli di Maluku diperketat ditambah lagi terdengar desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan, sementara itu para pemuda akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di luar Maluku. Situasi pun semakin memanas karena sikap arogan dan sikap sewenang-wenang dari Residen Saparua.
Menanggapi kondisi yang demikian para tokoh dan pemuda Maluku melakukan beberapa pertemuan rahasia, seperti pertemuan rahasia di Pulau Haruku (Pulau yang dihuni orang-orang Islam) selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1817 di Pulau Saparua (Pulau yang dihuni orang Kristen) kembali diadakan pertemuan di sebuah tempat yang disebut Hutan kayu Putih. Thomas Matulessy yang terkenal dengan gelar Pattimura dipercaya sebagai pemimpin karena pengalamannya berkerja di dinas angkatan perang Inggris.
Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Kemudian para pejuang Maluku menuju Benteng Duurstede tetapi di benteng itu pasukan Belanda sudah berkumpul lalu terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku dengan pasukan Belanda. Pada perang itu pasukan Belanda dipimpin oleh Residen van den Berg, sementara para pejuang Maluku dipimpin oleh Thomas Pattiwwail, Lucas Latuhamina, dan Christina Martha Tiahahu.Para pejuang Maluku pun sekuat tenaga mengepung Beneng Duurstede, sementara itu senjata para pejuang Maluku masih sederhana seperti keris dan pedang ,jika pasukan Belanda sudah menggunakan meriam. Para pejuang Maluku pun dapat memanjat dan masuk ke dalam benteng residen pun dapat dibunuh dan Benteng Duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku.
Pasukan Belanda pun mendatangkan bantuan dari Ambon datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes pasukan ini pun dikawal oleh dua kapal perang yakni Kapal Nassau dan Eversten. Tetapi bantuan ini digagalkan oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh. Selanjutnya Pattimura saat itu ingin menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat gerak gerik itu maka pasukan Belanda memperkuat pertahanan. Oleh karena itu Pattimura pun gagal menembus beteng tersebut.
Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan langsung dari Batavia untuk memebut kembali kekuasaan Benteng Duurstede. Pada bulan Agustus 1817 Benteng Duurstede dikepung disertai tembakan meriam yang bertubi-tubi. Daerah di kepulauan itu jatuh kembali ke tangan Belanda. Pattimura pun memrintahkan pasukannya untuk menyelamatkan diri. Pattimura berserta pasukannya pun menyerang secara gerilya (diam-diam). tetapi pada bulan November Kapitan Paulus Tiahahu ayah dari Chirstina Martha Tiahahu) tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Belanda tidak akan puas sebelum menangkap Pattimura bahkan Belanda mengumumkan bahwa siapa saja yang dapat menangkap Pattimura akan dihadiahi 1.000 gulden. Setelah enam bulan memimpin Pattimura pun tertangkap kemudian pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu pun tertangkap tetapi dia tidak dihukum mati melainkan dibuang ke Jawa sebagai perkerja paksa. Di dalam kapal Christina Martha Tiahahu tidak mau makan dan tidak mau buka mulut lalu ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818, jenazahnya pun dibuang ke laut di antara Pulau Tiga dan Pulau Buru. Kemudian berakhirlah perlawanan Pattimura.

No comments: